Intermezo : Acuh Yang Membawa Petaka

Di sebuah peternakan yang jauh dari kehidupan kota, tinggalah seorang tuan tanah beserta isteri dan dua anak gadisnya. Mereka ditemani hewan-hewan ternak yang selama ini menghidupi mereka, seperti ayam, kambing dan sapi. Suatu hari, ketika sedang bermain di pekarangan rumah, salah satu anak gadis melihat seekor musang besar masuk kedalam gudang persediaan mereka. Kejadian ini dilaporkan kpd sang ayah. Maka tuan tanah memutuskan untuk memasang perangkap musang yang besar dan kokoh di beberapa sudut gudang.

Musang yang pandai segera mengetahui hal ini dan mulai panik. Ia berlari ke sana-sini untuk memberikan kabar buruk ini pada seluruh penghuni peternakan. Mula-mula ia menemui ayam. “Yam, yam, baru saja saya melihat tuan tanah memasang banyak perangkap musang di sekitar gudang. Wajahnya terlihat angker dan kesal. Saya takut Yam….”. “Ohhh begitu”, jawab ayam santai. “Tapi, itu urusan kamu, karena perangkap itu tak akan melukai aku yang setiap hari berada didalam kandang raksasa ini”, tutur ayam menambahkna sambil membalikan badan dan berlalu.

Musang tak patah arang. Ia segera mencari kambing dan menemukannya di bawah pohon apel. “Bing, bing……gawat nih, tuan tanah memasang perangkap musang di sekitar gudang”, katanya. Ku, “Ooooooo…tentu saja perangkap tersebut bukan buatku, lalu buat apa aku ambil pusing ?”. jawab kambing sambil mengunyah daun. “Tapi perangkap ini sangat mungkin melukai tubuhmu juga”, kata musang serius. Kambing melirik musang dan berkata, “Ahhh, tidak mungkin karena aku jarang ke sekitar gudang butut itu, disinilah tempatku”, ucap kambing.

Musang pergi meninggalkan kambing dengan kecewa. Tapi, dia teringat dengan sahabat karibnya si sapi. Lalu ia kembali berlari menyusuri padang rumput di sebelah barat peternakan. “Pi……tuan tanah memasang banyak sekali perangkap musang di sekitar gudang. Saya khawatir perangkap itu akan melukai dirimu wahai sahabatku.” “Badanku begitu besar, perangkap kecil itu bahkan tidak dapat menggores kulitku. Sudahlah sahabatku, sudah tidak ada yang perlu dicemaskan”, kata sapi, sambil menikmati rumput-rumput segar. Musangpun kembali kecewa.

Keesekona paginya, tiba-tiba terdengar suara lengking jeritan panjang. Semua anggota keluarga berlarian menuju ke sumber suara. Mereka berlari kearah gudang. Ternyata tergeletak sang ibu sambil merintih kesakitan karena digigit ular yang ekornya terjepit perangkap musang.

Segera tuan tanah memanggil tabib paling terkenal di desa untuk mengeluarkan bisa ular tersebut. Sang tabib menyarankan agar tuan tanah segera memberikan kepada isterinya jantung ayam yang sudah diseduh dengan resep obat dari sang tabib. Jika setelah 12 jam belum ada tanda-tanda kesembuhan, maka dosisnya harus ditingkatkan dengan menggunakan hati kambing yang juga diseduh dengan obat  kedua yang telah disiapkan.

Tanpa berpikir panjang, Tuan tanah langsung menuruti saran pertama sang tabib, dengan memotong ayam dan mengambil jantungnya. Setelah menunggu sampai sore, masih belum terlihat tanda-tanda pemulihan pada isteri sang tuan tanah. Tuan tanah segera menyembelih pula kambingnya. Tapi, sampai larut malam pun kondisi sang istri tidak menunjukan kesembuhan, bahkan pingsan. Kondisi terus memburuk hingga menjelang subuh akhirnya sanga maut menjemput istri tuan tanah.

Seluruh keluarga dan tetangga datang melayat. Melihat hal ini, tuan tanah memerintahkan pelayan menyembelih sapi kesayangannya untuk hidangan bagi para tamunya. Tinggalah sang musang yang menyaksikan semua kejadian tadi dengan duka dari kejauhan. Ia pun turut bersedih karena semua sahabatnya kini telah tiada. Para sahabat yang merasa tidak terancam perangkap musang tersebut justru yang menjadi korban.

Ternyata, hal sepele, yakni ketidakpedulian dan keegoisan dapat membawa petaka begitu besar. Andai saja sahabat-sahabatnya itu mau peduli, pasti mereka akan saling mengingatkan dan saling menjaga. Peringatan ini pasti akan menyebar sampai ke hewan-hewan lainnya, termasuk si ular yang bukan sahabatnya. Jika ular terselamatkan, maka mereka semua akan selamat pula. Musang memetik pelajaran yang sangat berharga atas kejadian ini.

MORAL CERITA :

Kebanyakan dari kita tidak mau peduli dengan kesulitan orang lain apabila tidak terkait dan berhubungan langsung dengan dirinya. Padahal semua permasalahan di lingkungan kita, akan berdampak pada diri maupun anggota keluarga, cepat atau lambat.

Setiap dari kita punya kewajiban untuk peduli dan turut aktif memperbaiki lingkungan sekitar. Jika tidak, jangan-jangan suatu hari, “hati anda yang akan direbus jadi obat”.

Leave a comment